• Status Order
  • Tlp: +62 813-3101-1042
  • SMS/WA: +62 813-3101-1042
  • kalimetroshop@gmail.com
Terpopuler:

La Galigo Menurut Naskah NBG 188 jilid 1 – Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa Kategori: BUDAYA » Sosial | 569 Kali Dilihat

La Galigo Menurut Naskah NBG 188 jilid 1 – Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa Reviewed by Amar Nur Islami on . This Is Article About La Galigo Menurut Naskah NBG 188 jilid 1 – Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa

Penulis: Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa ISBN: 978-602-433-474-1 Jilid Lengkap: 978-602-433-473-4 Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Halaman: xii + 526 Ukuran: 16 x 24 cm Sekali waktu, ketika dunia ini masih kosong belum berpenghuni, Patotoqé di istana Boting Langiq (kerajaan langit) bangkit dari tidurnya dan menyaksikan sang penjaga ayam kesayangannya, Rukkelleng Mpoba bersaudara, tidak… Selengkapnya »

Rating: 1.0
    Harga: Rp 160.000 Rp 136.000Kode Produk: 978-602-433-474-1 Jilid Lengkap: 978-602-433-473-4
    Stok Tersedia
    25-01-2022

    Order via SMS

    +62 813-3101-1042

    Format SMS : ORDER#NAMA PRODUK#JUMLAH
    Detail Produk "La Galigo Menurut Naskah NBG 188 jilid 1 – Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa"

    Penulis: Rétna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa

    ISBN: 978-602-433-474-1 Jilid Lengkap: 978-602-433-473-4

    Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

    Halaman: xii + 526

    Ukuran: 16 x 24 cm

    Sekali waktu, ketika dunia ini masih kosong belum berpenghuni, Patotoqé di istana Boting Langiq (kerajaan langit) bangkit dari tidurnya dan menyaksikan sang penjaga ayam kesayangannya, Rukkelleng Mpoba bersaudara, tidak nampak. Alangkah murkanya Patotoqé, dan memerintahkan pengawal untuk mencarinya. Ketika Rukkelleng Mpoba bersaudara datang, mereka langsung sembah sujud di hadapan Patotoqé  dan berkata:  “Kami baru saja pulang dari bumi memperlagakan kilat dan guntur, Tuanku, dan menyaksikan tidak ada satu pun manusia di dalamnya, tidak ada arti kekuasaan dan ketuhananmu tanpa ada manusia yang menyembahmu”.

    Sejenak Patotoqé terpekur dan berkata dalam hati: “Betul juga apa kata Rukkelleng Mpoba itu”. Maka ia pun memerintahkan mengadakan musyawarah agung di Boting Langiq, untuk memutuskan siapakah putranya yang akan diturunkan di dunia untuk menghuni dunia yang kosong, agar ada manusia yang menyembahnya. Dalam pertemuan tersebut diputuskan untuk mengirim putra Patotoqé bernama La Togeq Langiq, yang setelah di dunia bernama Batara Guru. Patotoqé menurunkan pula seluruh warisan Batara Guru di langit termasuk istana, selir-selir, pasukan, pengawal, dayang-dayang,  pendeta-pendeta bissu, sanro (dukun), dan para pelayan yang kelak akan menghibur, menemani, dan melayani  Batara Guru agar ia betah dan bertahan hidup di bumi.

    Batara Guru dijodohkan dengan putri Dewi Sinauq Tojang dari Buriq Liu/Pérétiwi (kerajaan bawah laut), bernama Wé Nyiliq Timoq. Pertemuan, percintaan, dan perkawinan Batara Guru dengan sang putri dari istana bawah laut ini, penuh dengan kisah-kisah unik, mistis, magis, dan romantik yang secara purba menggambarkan hubungan manusia secara natural dan universal. Perkawinan dewa dari Boting Langiq dan dewi dari Buriq Liu inilah yang menghuni dunia tengah (Alé Kawaq/Alé Lino) dan diyakini sebagai manusia pertama yang mengisi bumi dan kemudian berkembang-biak, beranak-pinak, dan  meramaikan dunia yang sekarang lebih dikenal sebagai tanah Bugis dan  manusia Bugis. Karena itulah  jilid I cerita La Galigo seperti yang ada di tangan pembaca sekarang ini disebut episode Mula Tau (awal mula penciptaan manusia).

    Putri pertama dewa-dewi ini bernama Wé Oddang Riuq, yang meninggal ketika berusia tujuh hari, dan dari kuburnya muncul padi menguning, itulah yang dikenal Sangiang Serri, yang kelak akan memberi kehidupan manusia. Anak kedua pasangan Batara Guru dengan We Nyiliq Timoq adalah Batara Lattuq.

    Di Tompoq Tikkaq hiduplah sepasang dewa-dewí́ yang bernama La Urung Mpessi dan permaisurinya Wé Pada Uleng. Keduanya mempunyai dua anak perempuan, yaitu Wé Adiluwuq dan Wé Datu Sengngeng. Sekali waktu, pasangan dewa ini sedang mempersiapkan upacara  kedatuan di Tompoq Tikkaq, tapi tak ada satu pun tamunya yang datang dari negeri seberang. La Urung Mpessi murka, dan membuang semua hidangan yang telah dipersiapkannya ke dalam sungai. Tindakan ini membuat Patotoqé marah, dan menghukumnya dengan cara mengambil nyawa suami istri tersebut, yang meninggal pada waktu bersamaan. Serta merta kedua putrinya menjadi anak yatim piatu. Penderitaan kedua anak ini bertambah, ketika seluruh harta dan warisan kedua orang tuanya diambil oleh bibinya, yang menyebabkan kedua putri ini pergi membuang diri. Setelah mengembara di hutan, atas desakan seorang utusan dari Pérétiwi, meréka pun pulang ke inang pengasuhnya di Istana Tompoq Tikkaq.

    There are no comments yet, add one below.

    Berikan Komentar/Review Anda

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form yang wajib di isi ditandai *

     
    Hubungi kami

     
    Hubungi kami